Sabtu, 18 April 2009

Ujianku lulus... euy!


Satu minggu, waktu yang tidak bisa dibilang lama itu, menjadi perhatianku kali ini, tanggal 23 April telah kulingkari besar-besar dengan spidol merah sejak sebulan yang lalu. Hmm..apa aku bisa ya...menghadapi ujian akhir nasional, mungkin bagi sebagian besar anak sekolah di Indonesia menjadi salah satu waktu penentu masa depan, penentu keberhasilan selama menempuh pendidikan, dan langkah yang harus dilewati sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Walaupun ada sebagian masyarakat yang kurang setuju diberlakukannya ujian akhir nasional, namun hal itu tidak mengubah kebijakan dari pendidikan di Indonesia. „ ehh..ibu-ibu..tau nggak si Mita yang anaknya bu Wati ntu...ternyata dia kagak lulus SMA bu...padahal kan dia juara terus...ikut ujian persamaan juga kagak mau..dia shock kadung ngambek gak mau sekolah lagi. Lah dia kagak pernah absen dari juara satu..eh tiba-tiba kagak lulus. Setahun belakangan kerja di pabrik krupuk situ’’ kata-kata itu sampai di telingaku dari lubang dinding pagar dekat rumah tetanggaku. Karena penasaran kukuping saja percakapan ibu-ibu yang lagi asyik ngrumpi di sebelah „ emangnya kenapa bu? Dia kan pinter, rajin pisan euy“ sahut seseorang lainnya yang berlogat sunda di balik dinding. „ ya itu...waktu sehari sebelum ujian dia kan kehilangan ayahnya, Pak Hari, yang sakit jantung itu, anfal dan langsung meninggal. Siapa sih bu yang kagak sedih ditinggal orang tua, mikir ujian ma kagak sempet dah“ jawab ibu yang pertama. Mendengar hal itu aku jadi kepikiran, mengapa sih harus ada ujian. Dan mengapa penentu keberhasilan pendidikan adalah ujian akhir nasional saja padahal proses pendidikan sendiri juga penting. Jadi teringat kata-kata Ustadzah Anissa „ orang yang beriman itu tidak akan dibiarkan begitu saja tanpa diuji, mudah aja kita ngaku saya beriman, Lah dari mana Allah tau kita itu beriman kalau nggak dari ujian, apakah setelah diuji dia tetap taat sama Allah atau justru menjauh dari Allah?!“. He...apa sama ya ujian nasional sama ujian hidup?! 
Semakin dekat hari ujian aku pun semakin rajin sholat malam berdoa kepada Allah semoga aku lulus ujian dan bisa melanjutkan kuliah. Sebenarnya aku malu, apa hanya di waktu ujian saja aku sholat malam dan berdoa sama Allah. Ya, pokoknya aku harus tetap semangat insya Allah usaha dan doa telah aku lakukan, keputusannya ma ada di tangan Allah lah. Detik-detik ujian pun semakin dekat, tak terasa waktu seminggu seperti sehari saja, besok adalah hari pertama aku mengikuti ujian. Hari tenang terakhir kumanfaatkan untuk belajar kelompok di rumah si Ifa. Sebanyak tujuh orang telah berkumpul pagi itu, entah apa yang mereka kerjakan, aku celingukan memastikan apa yang mereka kerjakan itu. “Catatan..? untuk apa? Segitu kecilnya?” tanyaku penasaran. Waduw..ada firasat nggak enak yang bakal dilakukan temen-temenku. “ya..Winda, nggak kok ini cuma catatan untuk menghafal buat ujian ntar. Ya maklum lah, kami-kami kan otaknya tidak seencer kamu, win!” telingaku belum menangkap apa yang dimaksud mereka. “Kenapa baru menghafal sekarang? yaudah ayo dimulai belajarnya, ntar dilanjutin lagi bikin hafalannya. Key?!” sahutku melihat matahari yang sudah mau naik ketengah-tengah langit itu. Belajar kelompok itu pun kumanfaatkan untuk melakukan tanya jawab dengan teman-teman dan mencoba mengira-ngira apa yang akan keluar di ujian nanti. 
Keesokan harinya, aku sengaja berangkat lebih awal dibandingkan sebelumnya agar ujian nanti tidak terlalu tegang. Bel pun berbunyi dan masing-masing dari kami menempati tempat duduk masing-masing. Selama ujian berlangsung, Alhamdulillah aku bisa menjawab dengan lancar walaupun ada beberapa soal yang tidak terjawab. Tapi, perhatianku jadi terpecah melihat beberapa orang temanku melakukan kecurangan dengan cara menyontek catatan. Bingung, Kesal, Iri, atau jengkel bercampur aduk di pikiranku. Mungkin itu karena aku sangat membenci kecurangan apalagi saat ujian. Bukan berlagak sok suci, tapi mengingat pengalaman buruk di masa SMP dulu, yang karena kecurangan seseorang bisa membanting posisi peringkatku dan membuat beasiswaku dicabut dan akhirnya orang tuaku bertambah lah beban pengeluarannya. Maklumlah kami, 4 bersaudara sekolah semua, jadi paling tidak aku harus mampu meringankan beban orang tua. Ya..bingung karena yang melakukannya adalah teman sendiri mau diadukan sepertinya tidak „setia kawan“ atau disebut anak kecil mungkin. Hal ini mungkin menjadi sebuah kebiasaan, dan menjadi bingkai buruk pendidikan di Indonesia. Kecurangan, Menyontek mungkin adalah sebuah tindakan yang dianggap biasa dan sepele. Tapi di sini ada hal yang sangat mendasar dimana peraturan diinjak-injak, penghalalan segala cara dan merugikan orang lain. Bukan mustahil jika kecurangan di sekolah menjadi sebuah background para koruptor yang kerap melakukan penipuan-penipuan negara. Mungkin ujian akhir nasional bukanlah ujian sebenarnya, ujian sebenarnya adalah apakah kita masih menganggap Allah itu melihat kita dan mengetahui apa saja yang kita lakukan di dunia ini. Apakah kita masih bisa bertahan dari godaan, sementara disekeliling kita banyak orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan tercela, dan mungkin apakah kita bisa memahami arti sebenarnya dari kesetiakawanan yang kebanyakan orang salah mengartikannya. Kesetiakawanan itu adalah mengatakan salah jika teman kita salah dan mendukungnya jika teman kita benar, sederhananya sih seperti itu, tapi kali ini aku tidak bisa melakukannya. Ya... aku hanya bisa pasrah setelah usaha belajar aku lakukan, yang jelas aku masih bisa bersyukur bahwa aku masih menganggap Allah lah yang mengawasiku.
Buat Teman-teman kelas tiga, semoga sukses menghadapi ujian!! Semangat!!

Tidak ada komentar: